Jika selama ini biji salak hanya
dianggap limbah, hal itu tidak berlaku bagi Gulma Mendrofa ( Alm) . Pria 52 tahun ini
justru bisa menjadikannya sumber rupiah dengan mengolahnya menjadi bubuk kopi.
Gulma merupakan warga Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara.
Seperti diketahui, tempat asalnya ini
memang terkenal dengan salak, terutama salak merah. Sejak dulu Gulma mulai
mengolah buah salak menjadi berbagai macam makanan, salah satunya manisan.
Namun, setelah beberapa lama, Gulma melihat semakin tinggi tumpukan biji yang
dibuang karena tidak terpakai selama dia mengolah salak menjadi manisan.
Dia pun mulai berpikir menjadikan bijibiji
tersebut bisa bermanfaat. “Saya pikir pasti biji salak ini punya satu
keistimewaan tapi belum tahu apa. Akhirnya saya bersama anak yang juga senang
wirausaha melakukan penelitian bekerja sama dengan seorang peneliti dan ahli
kesehatan untuk mengetahui manfaat buah satu ini,” katanya.
Akhirnya, pada 2006, penelitian dimulai
dan memakan waktu tidak sebentar. Hasilnya diketahui biji salak ini memiliki
khasiat untuk kesehatan, terutama lambung dan jantung. Sejak itu, dia bersama
anaknya bersemangat untuk memulai pengolahan. Mengingat biji ini keras, mereka
mulai dengan melakukan fermentasi selama dua pekan.
Setelah itu masuk tahap pencucian hingga
bersih. Tidak sampai di situ, selanjutnya penjemuran sekitar lima hari atau
lebih jika cuaca kurang bagus. Jika sudah benar-benar kering, baru digonseng di
dalam kuali besar dengan api kecil. Kemudian dua langkah terakhir adalah ditumbuk
dan digiling hingga masuk tahap pengemasan. Semuanya dikerjakan langsung oleh
Gulma.
“Dalam 10 kg biji salak bisa dihasilkan
2,5 kg bubuk kopi. Saat ini harga satu kilogramnya sebesar Rp200.000,”
jelasnya. Baru pada 2010, dia mulai memasarkan hasil penelitiannya ini. Selain
secara langsung, Gulma juga memanfaatkan media sosial sebagai tempat pemasaran.
Setelah beberapa tahun, dia memperoleh permintaan dari Dubai. Hingga sekarang
sudah 30 kg dikirim ke negara itu.
“Permintaan dari Dubai merupakan pertama
dari luar negeri. Kami cukup kewalahan memenuhi (permintaan) karena mesin yang
dimiliki hanya kapasitas kecil, jadi tidak bisa produksi cepat. Tapi sambil
menunggu permintaan lagi, kami terus lakukan uji klinis agar sesuai dengan
ketentuan (luar negeri),” jelasnya.
Keberhasilan ini membuat Gulma memperoleh
penghargaan juara satu tingkat nasional Kemilau Daya Saing Produk Pertanian
2014 kategori inovasi produk berdaya saing unggul yang digelar Kementerian
Pertanian Oktober lalu. “Saya mendapat penghargaan dari Kementerian Pertanian.
Ini menjadi cambuk untuk jadi lebih baik,” ucapnya.
Dengan keberhasilan mengolah biji salak
ini, berarti sudah 13 produk turunan dari tanaman satu ini yang berhasil dibuat
Gulma bersama anaknya. Mengingat luas kebun salak yang mencapai 118.000 hektare
(ha) di Padangsidimpuan, dia mengaku tidak kesulitan mencari bahan baku. “Bahan
baku mudah diperoleh terutama salak merah yang terkenal dengan rasanya yang
enak,” pungkasnya.
Sumber : Dari berbagai sumber media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar